Bagaimana Membangun Kesadaran Dalam Ekaristi (selesai)

Selanjutnya adalah doa damai. Saat memberikan salam damai, jangan sampai pusat perhatian kita bergeser dari Tuhan kepada orang-orang di sekitar kita. Walaupun mata kita memandang mereka saat memberi salam, namun yang terpenting adalah niatan di dalam hati kita untuk berdamai, tidak saja kepada mereka, tetapi juga kepada mereka yang menyakiti ataupun yang kita sakiti hatinya. Orang-orang di sekitar kita yang kita beri salam adalah sebagai wakil yang mengingatkan kita akan niatan hati kita itu. Ingatlah akan pesan Yesus, “…jika engkau mempersembahkan di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada di dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu…” (Mat 5:23). Maka salam damai yang kita nyanyikan harusnya bukan sekedar ‘basa-basi’, namun sesungguhnya membawa akibat perubahan yang besar, yaitu bahwa kita berketetapan hati untuk mengampuni orang (siapapun orang itu) yang menyakiti kita, dan meminta ampun kepada orang yang telah kita sakiti hatinya. Jika kita belum sempat melakukannya sebelum Misa, biarlah kita melakukannya sekembalinya kita dari Misa Kudus.
.
Hanya dengan hati yang dipenuhi damai inilah, maka kita dapat dengan lapang memandang Tuhan Yesus, Sang Anak Domba Allah. Pandanglah Kristus, dan kita akan belajar dari-Nya bagaimana caranya mengasihi dan mengampuni, sampai sehabis-habisnya. Dia telah menyerahkan DiriNya di kayu salib, sebagai bukti kasih-Nya yang tiada batasnya pada kita: Ia mau menderita, demi menebus dosa kita, Ia mau dihina sedemikian rupa, untuk menanggung akibat dosa kita. Ia rela berkorban, sampai seperti anak domba, yang tanpa melawan, menyerahkan nyawa-Nya. Pandanglah Kristus, dan akuilah segala kelemahan kita, bahwa kita sering tidak mau dan tidak dapat berkorban. Sekali lagi kita mohon belas kasihan dari-Nya dan mohon kekuatan atas niat kita untuk berdamai dan menjadi pembawa damai: “Anak Domba Allah, kasihanilah kami…. Berilah kami damai…”
.
Saat Kristus dalam rupa Hosti itu diangkat di hadapan kita, lihatlah bukti kerendahan hati Yesus yang tidak ada taranya: Setelah menjelma menjadi manusia dan wafat sebagai seorang hamba, Kristus yang adalah Putera Allah semesta alam, kini merendahkan diri, dengan mengambil rupa sepotong roti, supaya kita dapat menyambutNya, tanpa merasa canggung, takut dan malu. Ia menyembunyikan kemuliaan-Nya, agar kita dapat menghampiriNya. O, seandainya kita dapat mengatakan dengan iman seperti yang dikatakan oleh perwira itu, “Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang pada saya. Tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh.” Semoga Tuhan melihat iman dalam hati kita, sehingga seperti Ia dahulu mengabulkan permohonan perwira itu, kini Ia-pun mengabulkan permohonan kita.
.
Kini tibalah saatnya kita menantikan saat yang suci itu: bahwa kita akan menyambut Komuni. Saat menunggu, maupun berjalan menghampiri altar suci, arahkan hati kepada Tuhan, “Tuhan, ini aku, datang menyambutMu…” atau “Tuhan, mari masuklah ke dalam hatiku…” Ucapkanlah, “Amin”, pada saat menerima “Tubuh Kristus”. Biarlah tubuh dan jiwa kita bersyukur tiada terhingga menyambut sang Tamu Agung: Raja Semesta Alam yang Ilahi masuk ke dalam diriku, bersatu dengan tubuh dan jiwaku! Salam, hai Engkau, Roti Surgawi, mari masuk dan tinggallah di hatiku”

.

Oleh: Rm YusTL Pr

Tags:

Comments are closed.